PERBEDAAN LANDMARK DECISIONS DAN YURISPRUDENSI? (SISTEM HUKUM INDONESIA) -->

PERBEDAAN LANDMARK DECISIONS DAN YURISPRUDENSI? (SISTEM HUKUM INDONESIA)

Senin, 06 Maret 2023

landmark-decision-dan-yurisprudensi

Dalam dunia peradilan, seringkali kita temukan putusan yang diberi label sebagai Landmark Decisions dan putusan yang diberi label sebagai Yurisprudensi. Baik Landmark Decisions maupun Yurisprudensi sama-sama mengandung unsur penemuan hukum baru yang sebelumnya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga keberadaannya dapat memberikan kepastian hukum bagi para hakim ketika mengadili perkara yang sama dengan perkara yang telah diputus sebelumnya.


Namun, sebenarnya ada perbedaan Landmark Decision dengan Yurisprudensi?

a) Landmark Decisions
- merupakan putusan baru yang dicadangkan oleh Mahkamah Agung dan biasanya belum pernah diikuti oleh para hakim.
- biasanya, unsur penemuan hukum dalam Landmark Decisions mengubah secara signifikan tafsir yang ada dalam peraturan perundang-undangan, misalnya norma yang sebelumnya dilarang, menjadi diperbolehkan atau sebaliknya.

b) Yurisprudensi
- merupakan putusan yang sudah dikutip dan/atau diikuti secara berulang oleh para hakim untuk memutus perkara yang sama.
- biasanya, unsur penemuan hukum tidak mengubah secara signifikan tafsir dalam peraturan perundang-undangan, namun hanya mengubah dari penafsiran luas menjadi penafsiran sempit dan sebaliknya.

Landmark Decisions dapat menjadi Yurisprudensi apabila dijadikan rujukan berulang kali oleh para hakim setelah terbitnya Landmark Decision. Namun, bisa jadi pula Landmark Decisions tidak menjadi Yurisprudensi.

Contoh:
Putusan Pengadilan Nomor 144/Pid/1983/PT Mdn yang diketuai oleh hakim Bismar Siregar menganalogikan keperawanan/vagina perempuan menjadi "barang", sehingga tindakan laki-laki yang bersenggama dengan perempuan dengan disertai janji untuk menikahi, namun nyatanya tidak, dianggap sebagai tindakan penipuan atas "barang" yang berupa keperawanan yang memenuhi Pasal 378 KUHP.

Putusan tersebut seringkali dilabeli sebagai Landmark Decision karena memberikan dobrakan besar atas tafsir keperawanan. Namun, putusan tersebut pada akhirnya dianulir oleh Mahkamah Agung karena dianggap analogi yang dipakai terlalu ekstrim dan berbahaya. Mahkamah Agung berpendapat apabila putusan ini ditegakkan, maka berpotensi menimbulkan kejahatan baru di masyarakat yaitu pemerasan oleh seorang perempuan kepada laki-laki dengan alasan telah dijanjikan untuk dinikahi.

Putusan tersebut akhirnya tidak diikuti oleh hakim-hakim setelahnya meskipun banyak dijadikan rujukan dalam pembelajaran analogi hukum dalam sekolah-sekolah tinggi hukum.

By : 
- Lita Paromita Siregar (Corporate & Commercial Lawyer)